Rabu, 08 Desember 2010

MEWUJUDKAN DEMOKRASI EKONOMI DENGAN KOPERASI

Puji syukur kita panjatkan ke hadiratIllahi Rabbi yang telah memberi kesehatan, kekuatan, dan kesempatan kepada kita semua untuk hadir dan berperanserta dalam Diskusi Nasional ICMI tahun 2007 ini. Pertemuan ini sungguh penting bagi ICMI,bahkan boleh jadi bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Salah satu persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, adalah mandegnya ekonomi masyarakat sebagai akibat penguasaan faktor produksi oleh sekelompok orang. Penguasaan sepihak atas aset nasional, menyebabkan membaiknya kinerja makro ekonomi belum sepenuhnya mampu menyentuh kesejahateraan masyarakat dalam rumah tangga keluarga.

Dengan demikian, seyogyanya ICMI terpanggil untuk memberikan jawaban yang konkret bagi persoalan yang dihadapi bangsa dan negara itu. Menguatnya peran rakyat dalam pembangunan ekonomi akan mendorong tumbuhnya struktur dan fundamen ekonomi yang kokoh dan mandiri. Sehingga pada gilirannya, demokratisasi ekonomi mampu berjalan seimbang dengan tumbuhnya demokratisasi di bidang sosial dan politik.

Persoalan Demokrasi dalam Pembangunan Ekonomi

Politik Indonesia menganut paham demokrasi, yaitu kedaulatan ada di tangan rakyat, demikian pula ekonominya, Indonesia adalah negara penganut faham demokratis. Tampaknya para pendiri Republik kita ingin menyatakan bahwa demokrasi politik saja tidak mencukupi karena harus disertai demokrasi ekonomi. Dengan demokrasi ekonomi ingin dijamin bahwa negara tidak akan berbelok dari arah yang menuju perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi ekonomi dalam sistem perekonomian Indonesia secara tegas dirumuskan dalam pasal-pasal UUD 1945 khususnya Pasal 33.

Reformasi yang saat ini terus berjalan belum tampak sepenuhnya diikuti dalam bidang ekonomi. Pendekatan trickle down effect dirasakan masih menjadi alur kebijakan pembangunan ekonomi hingga sampai saat ini. Akses dan sumber daya yang besar masih dialamatkan kepada segelintir usaha besar. Sedang usaha kecil, menengah, dan koperasi -dimana sebagian besar aktivitas ekonomi rakyat beradamasih tetap bergelut dengan masalah lama. Implikasi dari belum tersentuhnya aktivitas ekonomi rakyat secara memadai, terlihat dari kesenjangan pendapatan masyarakat antar daerah, antar sektor, dan antar wilayah

Peningkatan kesejahteraan rakyat memang layak dan sah untuk dapat dijadikan barometer barlangsung tidaknya proses demokrasi dalam bidang ekonomi. Bahkan seorang ekonom penerima nobel sekelas Amartya Sen (2000) telah jelas melukiskan kata kunci demokrasi sebagai koridor utama dalam memahami persoalan kemiskinan.
Pemikiran
Amartya Sen juga telah menginspirasi banyak pemikiran tentang bagaimana memahami miskinnya demokrasi yang lebih sering melahirkan ketidakadilan ketimbang keadilan. Hadirnya ketidakadilan sebagai kelanjutan dari tidak berjalannya demokrasi menjadi sulit disanggah, dan menyuburkan ragam bentuk kemiskinan. Kemiskinan secara ekonomi sulit dibantah juga berhubungan erat dengan maju mundurnya proses demokrasi dalam arti sesungguhnya. Minimnya suara masyarakat miskin dalam menyampaikan aspirasinya, bisa berakibat terdilusinya sasaran banyak program-
program pembangunan ekonomi.

Pengalaman dan banyak literatur menunjukkan betapa demokrasi dipertentangkan dengan stabilitas dan kemajuan ekonomi pada tahun-tahun awal setelah perang duni akedua. Betapa banyak pemikiran di negara berkembang mengarah pada perlunya pemerintah yang "kuat" (baca: tidak perlu demokratis), untuk menjamin stabilitas dan membawa kemajuan. Pertumbuhan ekonomi tanpa demokrasi tidak akan berjalan secara berkelanjutan. Hal ini dibuktikan oleh pengalaman negara-negara komunis, dan perjalanan bangsa kita sendiri. Juga pertumbuhan ekonomi dalam sistem yang tidak mengindahkan partisipasi politik rakyat, cenderung menghasilkan kesenjangan, yakni kesenjangan antara yang memperoleh kesempatan dan tidak memperoleh kesempatan dalam sistem yang tertutup.

Koperasi sebagai Sistem Sosial

Koperasi sebagai sistem sosial merupakan gerakan yang tumbuh berdasarkan kepentingan bersama. Ini mengandung makna, bahwa dinamika koperasi harus

\

selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama. Semangat kolegial perlu dipelihara melalui penerapan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Koperasi merupakan organisasi swadaya (self-helf organization) akan tetapi tidak seperti halnya organisasi swadaya lainnya, koperasi memiliki karakteristik yang berbeda
(Hanel,1985,36).

Koperasi menurut ajaran ekonomi kelembagaan dari John Commons mengutamakan keanggotaan yang tida k berdasarkan kekuatan modal tetapi berdasar keikutsertaan usaha betapapun kecilnya. Koperasi adalah perkumpulan orang atau badan hukum bukan perkumpulan modal. Koperasi hanya akan berhasil jika manajemennya bersifat terbuka/transparan dan benar-benar partisipatif. Peran anggota merupakan indikator penting dalam mengenali koperasi secara universal, dengan tidak
dibatasi oleh visi politis maupun kondisi sosial ekonomi kelompok masyarakat di mana koperasi itu hidup. Kedua peran tersebut menjadi kriteria identitas bagi koperasi. Peran atau identitas ganda
(dual identity) koperasi menunjukkan bahwa yang melakukan kerja sama (cooperation) adalah manusia atau anggotanya. Baik pada saat mengelola maupun pada saat memanfaatkan hasil usaha koperasi. Peran unik dari anggota inilah yang dijadikan acuan dalam mengenali sistem koperasi di berbagai negara. Roy (1981,6) dalam definsinya memasukan peran anggota dalam usaha
koperasi sebagai:
“...a business voluntarily organized, operating at cost, which is owned, capitalized and controleed by member-patrons as users, sharing risk and benefits proportional to their participation.” Demikian pula, pendapat Packel, sebagaimana dikutip Abrahamsen (1976,5) yang menyatakan koperasi adalah: “... a democratic association of persons organized to furnish themselves an economic service under a plant that eliminates entrepreneur profit and that provides for substantial equality
in ownership and control". Hal serupa juga secara implisit dinyatakan oleh Munkner (1985), Ropke (1989) dan Chukwu (1990).

Walaupun saat ini peran anggota dalam koperasi mengalami krisis, hal ini dikemukakan oleh Herman (1995,66) setelah mengkaji artikel-artikel, “Trends in Co-operative Theory (Wilson), Homo Oeconomicus and Homo Cooperatives in Cooperative Research (Weisel), “Basic Cooperatives Values” (Laurikari), maupunCooperative Today” (Book), perubahan peran anggota penting tersebut diduga karena tersisihnya demokrasi oleh ekonomi. Namun sampai saat ini saya berkeyakinan, bahwa koperasi akan, dapat, dan harus berkembang dalam suasana kemandirian yang

demokratis. Artinya, berkembang atau tidaknya koperasi sangat tergantung seberapa kuat fundamen internal mendukung ketercapaian tujuan berkoperasi. Faktanya selama ini, baik koperasi yang berhasil maupun koperasi yang mengalami kegagalan, lebih banyak disebabkan oleh kerapuhan internal organisasi. Kalaupun ada kontribusi lingkungan strategis eksternal koperasi terhadap kegagalan koperasi, justru sering diakibatkan oleh “pisau bermata dua” kebijakan public yang digulirkan.

Sejarah mencatat, pada mulanya ideologi koperasi lahir seiring dengan munculnya gerakan-gerakan perlawanan terhadap hegemoni ekonomi. Dan untuk menghadapi penghisapan sumber-sumber perekonomian dan peminggiran peran ekonomi rakyat. Gerakan tersebut dijalankan dengan membentuk lembaga-lembaga ekonomi kolektif rakyat untuk menolong dirinya sendiri (self help). Fenomena itu terlihat baik di Eropa barat, dimana koperasi lahir pada saat revolusi industri dengan sistem ekonomi pasar
kapitalis yang telah memarjinalkan kelompok-kelompok buruh, para petani kecil dan masyarakat lainnya yang tidak memiliki kapital kepada kemiskinan struktural dan kebodohan. Pada tahun 1884, di sebuah kota industri Rochdale, Manchester, Inggris telah didirikan sebuah koperasi “Rochdale” oleh para buruh untuk memperjuangkan kepentingan sosial ekonomi mereka secara lebih baik. Demikian pula di Indonesia,
lahirnya
Hulp en Spark Bank, yang dirintis oleh RA. Wirjaatmadja di Purwokerto.

Memasuki era Pasca Kemerdekaan dan Orde Lama, ekonomi berkarakter kerakyatan -kemudian di sebut dengan sosialisme Indonesia- menjadi falsafah dan ideologi dasar perjuangan ekonomi yang dicanangkan oleh para founding fathers negeri ini. Koperasi mendapatkan tempat yang terhormat dengan pencantuman dan penjelasan dalam pasal 33 UUD 1945, bahwa koperasi menjadi satu-satunya lembaga ekonomi yang sesuai bagi asas perekonomian negara. Koperasi didorong sebagai
“soko guru perekonomian” Indonesia, dimana perekonomian diharapkan tumbuh dari bawah dengan kekuatan sendiri. Sayangnya, kondisi sosial politik tidak kondusif untuk tumbuhnya ekonomi yang sehat, dan pembangunan koperasi pun tidak berjalan

Pada era Orde Baru, perekonomian dimaknai dengan memacu pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi berbagai sektor yang mengacu pada model ekonomi pembangunan berdasar pada paham ekonomi neo-klasik dan teori tahapan pembangunan Rostow. Koperasi ditempatkan sebagai mata rantai pembangunan ekonomi rakyat. Dampak kebijakan itu, koperasi dirasakan justru mengalami pergeseran nilai dan hakikatnya. Koperasi didorong kuat oleh kebijakan politik, tetapi

tanpa sosialisasi yang memadai sehingga pendulum struktural lebih mencuat ketimbang kultural.

Memasuki era Pasca Orde Baru, peran koperasi sangat jelas terutama di saat krisis ekonomi berlangsung. Wacana ekonomi kerakyatan kembali tampil ke permukaan, namun harus berhadapan dengan kenyataan bahwa pencitraan koperasi berada di titik nadir. Stigmatisasi terjadi, koperasi hanya menjadi jargon politik, menjadi retorika program pembangunan, yang jauh panggang dari api. Kebijakan untuk membangkitkan peran serta koperasi sering dimaknai dengan bantuan pendanaan yang berkaraktercharity” Akibatnya muncul ketergantungan dan tidak didorong untuk menjadi institusi yang mandiri. Banyaknya bantuan yang disalurkan ke koperasi atau melalui pembentukan kelompok ekonomi, kian mendorong pemahaman masyarakat yang keliru terhadap koperasi. Kita telah gagal mendorong tumbuhnya koperasi sejati, keberadaan koperasi-koperasi mandiri yang sesuai dengan prinsip dan jatidiri koperasi hanyalah minoritas dari sekian banyak koperasi semu, koperasi papan nama, dan koperasi plat merah atau koperasi bentukan proyek semata.

Menempatkan koperasi dalam posisi yang sejati sebagai sistem sosial, seyognyanya dimulai dengan perhatian yang serius terhadap pemyelenggaraan pendidikan sumber daya manusia koperasi. Lembaga pendidikan yang kokoh dan tangguh akan meniscayakan kinerja koperasi yang senyatanya di masa depan. Untuk itu perhatian dan dukungan yang serius untuk tumbuhnya institusi pendidikan koperasi yang bermutu harus menjadi perhatian kita bersama dan menjadi agenda nasional.

Membangun Demokrasi Ekonomi melalui Koperasi

Pada pasal 33 jelas tertulis pokok-pokok pikiran bangsa Indonesia mengenai demokrasi ekonomi. Di sini tercermin hakikat demokrasi, yaitu dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Unsur pokok dalam perekonomian yang berdasarkan demokrasi bagi bangsa Indonesia adalah asas kekeluargaan. Asas ini tidak searah dengan paham individualisme, juga tidak dengan paham kolektivisme yang diajarkan oleh marxisme.
Dalam mewujudkan demokrasi ekonomi, harus diperhitungkan dan dimanfaatkan kelembagaan-kelembagaan atau institusi-institusi ekonomi dan politik, dan harus sekuat mungkin mengarahkannya ke arah yang dikehendaki. Dengan demikian, dapat dihindari erjadinya hambatan institusional, yang menyebabkan tidak berfungsinya

(disfunctioning) institusi yang ada, yang pada kondisi yang relatif sama atau dapat diperbandingkan dengan institusi di tempat atau di negara lain temyata dapat berfungsi dengan baik.

Memang dalam perekonomian dunia tidak dapat dihindari kecenderungan ke arah pasar bebas, yakni sistem perdagangan tanpa hambatan, baik hambatan yang dibuat oleh negara ataupun oleh kelompok negara. Namun, setiap negara memiliki kedaulatan, termasuk kedaulatan ekonomi. Kedaulatan ekonomi tidak dapat dilepaskan kepada mekanisme pasar semata karena negara ini dibangun dengan serangkuman cita-cita dan idealisme. Di pihak lain, sudah lama diketahui bahwa mekanisme pasar itu tidak mampu menghasilkan kesejahteraan yang berkeadilan. Pasar yang bebas cenderung akan memperkuat kedudukan yang telah kuat, sehingga menjurus ke arah peran serta dan penguasaan pasar oleh jumlah orang yang terbatas. Kegagalan pasar itu menyebabkan adanya kebutuhan untuk melakukan koreksi-koreksi dengan intervensi-intervensi dari pemerintah melalui berbagai kebijaksanaan publik, yang sebenarnya dalam teori aslinya tidak dikehendaki.

Koperasi dan UKM sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi masyarakat dalam era globalisasi ini tetap memiliki peran penting dan relevan dalam konteks pembangunan kekinian. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, peran koperasi masih diperhitungkan. Pada tataran global, koperasi dikenal sebagai--dengan menyitir konsep ekonomi Anthony Giddens-- the third way atas ideologi pembangunan ekonomi. Di beberapa kawasan Asia seperti Jepang maupun Taiwan, perekonomian rakyat
berkembang sehat dan terkait erat dengan sistem perekonomian secara nasional. Secara kelembagaan, perekonomian rakyat tersebut diwakili oleh UMKMK yang ditumbuhkan dengan kekuatan yang berbasis pengetahuan dan teknologi (
technolgy and knowledge based economy-TKBE) sehingga memiliki daya saing yang kukuh.1 UMKMK seperti itulah yang perlu ditumbuhkembangkan di setiap daerah di seluruh Indonesia secara serentak.

Amerika yang sangat kapitalis sekalipun dalam menjalankan ekonominya ternyata menerapkan konsep dan prinsip-prinsip koperasi sebagai organisasi ekonomi yang digerakkan atas keswadayaan anggota.Keswadayaan dalam usaha dengan partisipasi

1 Knowledge-based economy adalah sebuah sistim ekonomi dimana penciptaan dan eksploitasi pengetahuan merupakan bagian utama untuk mencapai kesejahteraan (United Kingdom Department of Trade and Industry, 1998) dan merupakan sistem ekonomi yang menciptakan, mendiseminasi dan menggunakan pengetahuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing. (World Economic Forum)

anggota ditambah dengan manajamen yang berbasis profesionalisme menjadi kata kunci berkoperasi secara baik, sehingga mampu melakukan ekspansi pasar antar negara dan diakui menjadi raksasa ekonomi dunia.

Bangsa ini pun harus belajar dari pengalaman dan sejarah masa lalu. Ekonomi yang berkarakter kerakyatan, dimana salah satu simbol yang menonjol adalah koperasi, terbukti telah mampu menjadi katup pengaman, kalau tidak kita katakan sebagai penyelamat, pada saat bangsa kita dilanda krisis ekonomi sepuluh tahun yang lalu. Di saat industri modern kita bertumbangan akibat terpaan badai ekonomi, ternyata koperasi mampu memberikan layanan ekonomi dan sosial kepada para anggotanya sehingga mereka tetap mampu menjalankan roda ekonominya, baik aktivitas produksi maupun konsumsinya, dengan relatif baik. Kontribusi sektor primer tumbuh, malah menjadi mesin pemicu tumbuhnya sektor sekunder. Namun lagi-lagi kita harus menyesalkan perhatian kita terhadap sektor ini terasa masih ambivalen, dan cenderung inkonsistensi, pendekatan trickle down effect yang terbukti tidak berhasil di masa lalu, secara disadari atau tidak masih menjadi pijakan kebijakan ekonomi kita. Pembangunan sektor ekonomi yang berbasis di masyarakat (anggota) ini telah terbukti menjadi sarana yang ampuh untuk memerangi kemiskinan dan tumbuhnya pengangguran di tingkat grass root. Esensi pengembangan ekonomi kerakyatan ini dipicu oleh realitas bahwa sebagian besar pelaku ekonomi di Indonesia bergerak pada usaha berskala kecil.

Rekomendasi

Pembangunan koperasi harus menjadi bagian integral dari paket pembangunan demokrasi bidang ekonomi dan dalam usaha besar bangsa kita mengatasi kemiskinan. Koperasi sebagai badan usaha yang mengembangkan potensi masyarakat merupakan bentuk kongkrit dari sistem ekonomi kerakyatan. Jika dulu pemerintah bisa menciptakan sistem perbankan, lembaga ekspor, insentif investasi dan kebijakan proteksi pada sektor industri besar, maka semangat serupa itu seharusnya juga dilakukan untuk merekontruksi pembangunan koperasi.

Guna mendukung tumbuhnya koperasi sebagai bentuk kongkret demokrasi ekonomi, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam format pembangunan ekonomi, antara lain:

(1) Penghapusan praktek-praktek monopoli dan oligopoli yang merugikan masyarakat. Sampai saat ini masalah monopoli dan oligopoli ini belum ditangani dengan baik, sehingga iklim usaha secara umum belum mendukung pembangunan perekonomian yang tangguh.

(2) Upaya untuk membuat struktur ekonomi lebih seimbang dengan jumlah pengusaha menengah yang tangguh yang makin banyak jumlahnya.

(3) Pemberdayaan ekonomi lemah, khususnya usaha berskala kecil dan koperasi. Termasuk dalam hal ini adalah upaya untuk meningkatkan hubungan kemitraan yang saling menguntungkan antar berbagai skala usaha.

(4) Peran pemerintah seyogyanya diarahkan pada upaya pembinaan lembaga pencetak kader sumberdaya manusia koperasi, bukan pada praktik usaha koperasi. Karena hal yang terakhir akan lebih banyak menciptakan ketergantungan permanen, sedangkan yang pertama akan menjamin kesinambungan pembangunan koperasi sebagai wujud demokrasi ekonomi.

0 komentar:

Posting Komentar